AFTA 2015
ASEAN Free Trade Area
(AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk
pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992.
Akan terjadinya AFTA pada tahun 2015 terkait dengan adanya kesepakatan
untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada
tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura, Thailand, dan bagi
Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015. AFTA pada tahun 2015 akan
membuka persaingan baru bagi masyarakat indonesia dalam segala hal yang
menyangkut aspek ekonomi ( pedagang, wirausaha, industri, tenaga profesional,
buruh dsb ) karena pada dasarnya AFTA
bertujuan untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi. Persaingan yang terjadi tidak hanya bersaing
dengan bangsa sendiri tetapi persaingan akan terjadi dengan bangsa sendiri dan
bangsa asing yang berasal dari negara yang menyepakati AFTA. Efek AFTA 2015
dipastikan banyak tenaga kerja dari negara-negara ASEAN masuk ke Indonesia.
Sedangkan Indonesia kebanyakan mengirim tenaga kerja keluar negeri bukan
sebagai tenaga ahli, melainkan tenaga kerja seperti pembantu rumah tangga,
sopir, dan pekerja kasar di pabrik-pabrik, perkebunan atau di rumah tangga. Sementara
negara lain mengirim tenaga kerja yang terdidik dan terlatih sehingga dia
bekerja pada posisi sebagai manajer atau tenaga ahli di Indonesia.
Menyikapi AFTA, disini perlu adanya peran
pemerintah untuk merumuskan kebijakan terkait AFTA agar masyarakat indonesia
tetap mempunyai daya saing dengan sumber daya manusia asing. Tentunya jika daya
saing masyarakat indonesia rendah dibanding dengan tenaga asing maka akan
menjadi masalah besar bagi masyarakat indonesia, pada awalnya terciptanya AFTA
bertujuan untuk meningkatkan ekonomi tetapi karena masyarakat indonesia daya
saingnya rendah berujung pada meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
Sesuai data BPS Agustus 2013, pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 6,25
persen, dan angkatan kerja di Indonesia saat itu mencapai 118,2 juta orang.
Juga masih ada lebih dari 360 ribu orang sarjana yang menganggur, sangat
mencengangkan dan memprihatinkan. Kalau sarjana saja sulit mencari kerja,
bagaimana lulusan SMA, SMP dan SD? Terlebih menjelang diterapkannya AFTA 2015,
ledakan pengangguran terdidik akan menjadi kenyataan. Menyikapi hal tersebut,
perlunya adanya peningkatan daya kompetensi dan kompetitif masyarakat
indonesia, untuk mencapai ke arah peningkatan daya kompetensi dan kompetitif
perlu adanya bantuan dari elemen elemen tertentu seperti pemerintah, guru,
dosen dan peserta didik. kompetensi, untuk menciptakan kompetensi masyarakat
indonesia perlunya pembenahan dalam sistem pendidikan mulai dari penerapan
kurikulum yang efektif, tenaga ahli pengajar yang kompeten dibidangnya dan
kejelasan serta penegakan regulasi jalannya pendidikan. Sealain itu, perlunya
peningkatan penetapan standarisasi murid yang akan masuk keperguruan tinggi
negeri dan mewajibkan mahasiswa/i sudah mahir dalam berbahasa inggris. Untuk
meningkatkan kompetensi tidak hanya di lingkungan formal saja tapi bisa
dilakukan di lingkungan non formal seperti kursus, seminar pelatihan, dsb. hal
ini untuk memicu potensi masyarakat yang kompeten agar dapat meningkatkan daya
saing menghadapi AFTA. Kompetitif, meningkatnya daya saing harus diiringi
dengan jiwa kompetitif, jiwa kompetitif sebagai instrumen pendukung dari
kompetensi karena dalam persaingan jika hanya mengandalkan kompetensi tanpa
didukung oleh jiwa kompetitif akan gampang tersingkir dalam menjalani
persaingan. Jiwa kompettitif ini lahir berdasarkan pemikiran dan pengalaman
individu karena pada dasarnya orang yang sukses adalah orang yang berani
bangkit ketika dalam kondisi terpuruk. hal ini patut diterapkan kepada bangsa
indonesia karena sesuai dengan motto dari presidan indonesia yaitu ‘revolusi mental’. Untuk itu dalam
menghadapi AFTA 2015 perlunya kesadaran masyarakat indonesia mengenai daya
saing yang akan terjadi agar masyarakat indonesia bisa lebih mempersiapkan
untuk menghadapi AFTA 2015. Lebih unggul dibandingkan bangsa lain adalah harga
mutlak bagi masyarakat indonesia dan jangan sampai ekonomi negara kita dijajah
kembali oleh sumber daya asing.